JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, mengatakan dua opsi kenaikan harga bahan bakar minyak yang disodorkan pemerintah pada Selasa (28/2/2012) punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. "Saya nggak bisa bilang opsi mana yang lebih baik. Kalau penetapan harga Rp 6.000 per liter itu bagus untuk jangka pendek. Itu lebih baik karena memberikan kepastian harga energi berapa," sebut Fabby saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/2/2012).
Namun, kata dia, opsi penetapan harga Rp 6.000
itu tidak bagus untuk jangka panjang. Ketika harga minyak turun, maka
harga Rp 6.000 itu akan memberikan simpanan kepada pemerintah. Tapi,
jika harga minyak naik, maka harga tersebut tidak bisa dipertahankan.
"Kalau subsidi dipatok, maka harga lebih bervariasi (dan) uncertainty-nya
juga lebih besar," tegas Fabby.
Dengan opsi ini, masyarakat bisa
terkejut jika harga minyak dunia tinggi sehingga harga BBM pun melonjak.
Karena akan ada penyesuaian harga yang lebih besar. Sekalipun
demikian, kata dia, opsi ini baik untuk jangka panjang. Mengingat
pemerintah mau menurunkan beban subsidi, khususnya subsidi energi, untuk
ke depannya. "Masyarakat belum siap, tapi ini lebih menguntungkan untuk
jangka panjang," imbuhnya.
Oleh sebab itu, kata Fabby, ada
baiknya pemerintah mengkombinasikan kedua opsi. Kebijakan BBM ini tidak
hanya bersifat sementara tetapi juga jangka panjang. Selain itu, kedua
opsi ini juga harus dilengkapi dengan kajian dampak sosial dan
ekonominya. Karena kenaikan harga BBM pasti berdampak pada inflasi.
"Program kompensasi ditentukan dan dikomunikasikan dengan baik (kepada
masyarakat)," pungkas Fabby.
Seperti diwartakan, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan dua opsi terkait
pengurangan besaran subsidi penjualan bahan bakar minyak per liter.
"Opsi pertama, kenaikan harga jual eceran premium dan solar sebesar Rp
1.500 per liter. Jadi naik Rp 1.500 menjadi Rp 6.000," ujar Menteri
ESDM, Jero Wacik, di DPR, Selasa (28/2/2012).
Opsi kedua adalah
pemerintah tetap memberikan subsidi kepada harga eceran BBM dengan
maksimal Rp 2.000 per liter untuk BBM jenis premium dan solar. Dengan
opsi kedua ini maka berapapun harga minyak mentah dunia, harga eceran
BBM akan tetap dapat subsidi. Maksudnya, kata Jero, pemerintah tidak
akan kesulitan menghadapi fluktuasi harga minyak mentah dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar